Kamis, 4 Oktober 2017 merupakan kebahagiaan bagi anak-anak panti asuhan Radmila. Mengapa? Karena malam ini keluarga besar Yayasan Radmila mengadakan perayaan Moon Cake sederhana. Banyak hal yang membuat mereka bahagia, diantaranya bisa makan bersama dengan nuansa yang berbeda, melihat pertunjukan barongsai, bermain lampion dan bercana gurau bersama teman-teman. Tradisi seperti ini diadakan setiap tahun di Panti Asuhan Radmila. Tujuannya tidak lain untuk mempererat hubungan keluarga besar Radmila. Begitu juga dengan tradisi perayaan Moon Cake, Tradisi ini sudah ada sejak zaman dahulu.
Moon Cake/Kue bulan (Hanzi: 月餅, pinyin: yuèbǐng) adalah penganan tradisional Tionghoa yang menjadi sajian wajib pada perayaan Festival Musim Gugur setiap tahunnya. Di Indonesia, kue bulan biasanya dikenal dalam dialek Hokkian-nya, gwee pia atau tiong chiu pia. Kue bulan tradisional pada dasarnya berbentuk bulat, melambangkan kebulatan dan keutuhan. Namun seiring perkembangan zaman, bentuk-bentuk lainnya muncul menambah variasi dalam komersialisasi kue bulan.
Perkataan Tiong Chiu berasal dari kata Tiong berarti tengah dan Chiu berarti musim rontok, jadi boleh dikatakan sebutan Tiong Chiu arti secara harafiah berarti pertengahan musim rontok. Namun demikian masyarakat lebih kenal dengan sembahyang Tiong Chiu Pia sebenarnya penyebutan ini tidak tepat/salah kaprah namun kenyataan dalam kebiasaan masyarakat tetap demikian. Perayaan sembahyang kue bulan tahunan setiap tanggal 15 bulan delapan kalender Imlek, Pada hari itulah bulan paling bulat dan paling terang sepanjang tahun, karena pada hari itu jarak bulan dengan bumi dan bentuk kue yang bulat melambangkan terangnya bulan menyinari bumi. Sejarah Kue bulan bermula dari penganan sesajian pada persembahan dan penghormatan pada leluhur di musim gugur, yang biasanya merupakan masa panen yang dianggap penting dalam kebudayaan Tionghoa yang berbasis agrikultural.
Perkembangan zaman menjadikan kue bulan berevolusi dari sesajian khusus pertengahan musim gugur kepada penganan dan hadiah namun tetap terkait pada perayaan festival musim gugur tadi. Beberapa legenda mengemukakan bahwa kue bulan berasal dari Dinasti Ming, yang dikaitkan dengan pemberontakan heroik Zhu Yuanzhang memimpin para petani Han melawan pemerintah Mongol. Namun sebenarnya, kue bulan telah ada tercatat dalam sejarah paling awal pada zaman Dinasti Song. Dari sini, kue bulan dipastikan telah populer dan eksis jauh sebelum Dinasti Ming berdiri.
Dari sumber lain diperoleh sejarah kue bulan atau Tiong Chiu Pia dapat dibagi dalam tiga bagian:
- Adat Sembahyang Dewi Bulan
- kisah Dewi Bulan
- Kue
Pertama, sebelum Dinasty Qin 221-206 SM rakyat China sudah mengenal tradisi/adat sembahyang Dewi Bulan yang dihubungkan dengan posisi bulan bagi masyarakat untuk cocok tanam (agraris). Karena dianggapnya sinar rembulan dapat memberikan kesuburan dalam ekosistem tanah bagi kaum petani dan dimalam purnama memang bulan terterang sepanjang tahun juga diikuti musim panen.
Kedua, menurut legenda zaman dahulu kala terdapat 10 matahari yang sangat mempengaruhi ekosistem bumi sehingga oleh Dewa Ho Yi pemanah Jitu Khayangan/langit, dipanalah matahari hingga sisa satu. Peristiwa ini Yi Wang Ta Tie (Tuhan) sangat malah dan menghukum HOYI dan istrinya Chang Er dengan cara menjadikan pasangan ini menjadi masyarakat biasa/ hidup di duniawi. Suatu hari mereka menemukan obat awet muda sepanjang masa dan dimakan oleh istrinya Chang Er sehingga tubuhnya ringan dan terbang menuju bulan. Dari sinilah asal muasal sembahyang Dewi Bulan.
Ketiga, kue Tiong Chiu Pia. Pada tahun 1206 M China dijajah Mongolia pimpinan Tieh Mu Chen hingga tahun 1368 M berarti selama 89 China dijajah Mongolia. China berhasil merebut kembali dari Mongolia berkat upaya kepala pengemis Zhu Yan Chang menjelang sembahyang Dewi Bulan mengedarkan pesan-pesan dalam kue-kue agar pada malam purnama (Tiong Chiu) kita merebut kekuasaan kembali dari tangan Mongolia dan ternyata berhasil bertepatan pada tanggal 9 September 1368 M. Semenjak itulah kue Tiong Chiu mengalami perkembangan hingga dewasa ini. Dan semenjak inilah berdirinya kerajaan pertama di Tiongkok dengan sebutan Dinasty Ming (1368-1644 M). Masa kepemimpinan Tieh Mu Chen 1206-1368 M oleh adiknya bernama Hu Pit Lei Han dinamai Dinasty Yan (1206-1368) M. Religius Sembahyangan Tiong Chiu diselenggarakan pada tanggal 15 bulan delapan Imlek (Pue Gwee Cap Go) secara religius sebagai pernyataan syukur kepada Malaikat Bumi (Too Ti Kong/Hok Tik Cing Sien). Penyambutan di saat bulan purnama di pertengahan musim rontok di belahan bumi Utara. Saat itu cuasa baik dan bulan nampak sangat cemerlang. Para petani sibuk dan gembira karena berada di tengah musim panen. Maka musim itu dihayati sebagai saat-saat yang penuh berkah Tuhan Yang Maha Esa lewat bumi yang menghasilkan berbagai hasil bumi, sehingga malaikat Bumilah disembahyangi terutama bagi negara agraris yang terdapat empat musim seperti Cina. Pada saat purnama yang cemerlang itu dilakukan sembahyang kepada Dewa Bumi sebagai pernyataan syukur atas berkah yang diperoleh. Sebagai sajian khususnya ialah Tiong Chiu Pia yang melukiskan rembulan juga melambangkan Dewa Bumi.
Di dalam Upacara sembahyang Besar Tiong Chiu hendaknya dihayati makna yang tersirat bahwa Tuhan Maha Besar, Maha Pengasih dan segenap berkah karunia itu hendaknya mendorong dan meneguhkan Iman, menjunjung dan memuliakan kebajikan karena makna Dewa Bumi membawakan berkah atas kebajikan. Menghormati Dewa Bumi hendaknya mengingatkan pula kepada Sabda Nabi Ie Ien yang berbunyi “sungguh milikilah yang satu-satunya, yaitu “kebajikan”, Dialah yang benar-benar berkenan di hati Tuhan. Jangan berkata Tuhan memihak kepadaku, hanya Tuhan senantiasa melindungi yang satu, yakni kebajikan”. Selain sembahyang Dewa Bumi, masyarakat justru banyak yang sembahyang kepada Dewi Bulan di malam hari. Soal spiritual tidak ada yang bisa menghalangi seseorang untuk menunaikan ibadah dan yang penting adanya niat untuk memberikan kelurusan dalam hati dengan membuka pintu rohani menunaikan ibadah untuk memberikan kenyamanan bathin bagi yang melaksanakannya. Justru kemelian perayaan malam purnama adanya persembahyangan kepada Dewi Bulan Selain sajian kue bulan juga bermakna mendoakan mendapatkan kecantikan bagaikan Dewi Bulan sepanjang jagad yang disimbolkan dengan bedak untuk dipakai oleh para pemuja.
Festival Kue Bulan adalah tradisi masyarakat Tionghoa yang dirayakan setiap tanggal limabelas bulan kedelapan Imlek. Festival ini juga dikenal sebagai Festival Pertengahan Musim Gugur. Masyarakat Tionghoa merayakaan “zhong qiu jie” ketika bulan berada pada puncak kecerahannya disepanjang tahun. Menurut legenda, Dewi Bulan yang tinggal di istana kaca, keluar untuk menari dibawah bayang – bayang bulan. Kisahnya berawal ketika pada suatu masa ada sepuluh matahari bersinar bersamaan diatas langit. Kaisar meminta seorang pemanah terkenal untuk menembak sembilan diantaranya. Ketika tugas itu berhasil dilaksanakan, Dewi Surga Barat menghadiahkan sebutir obat hidup abadi pada sang pemanah. Istri sang pemanah menemukan obat itu tanpa sengaja dan meminumnya. Karenanya ia lalu diasingkan ke bulan. Menurut legenda, kecantikan istri sang pemanah mencapai puncaknya pada hari perayaan kue bulan.
Sekarang masyarakat Tionghoa merayakan festival ini dengan tari – tarian dan doa sambil menikmati keindahan sang bulan, tentunya sambil menyantap kue bulan. Meskipun ada banyak macam kue pada tradisi Tionghoa, kue bulan hanya dihidangkan pada perayaan kue bulan saja. Salah satu jenis kue bulan tradisional berisi pasta biji teratai. Dengan besar seukuran telapak tangan, kue bulan yang padat berisi biasa dipotong menjadi empat lalu dihidangkan. Ada yang berisi kuning telur asin ditengah, melambangkan bulan purnama dan rasanya sangat lezat. Jenis yang lain ada yang berisi empat kuning telur (melambangkan empat fase bulan). Disamping pasta biji teratai, bahan isian lain yang sering dijumpai adalah pasta kacang merah dan kacang hitam. Ada juga kreasi lain yang eksotis, yaitu kue bulan berisi pasta teh hijau dan kue bulan berkulit salju (ping pei), salah satu variasi dari Asia Tenggara yang dibuat dari tepung beras ketan.